Laman

Rabu, 16 Maret 2011

MEMAHAMI PEMBANGUNAN MELALUI BAHASA RASA

Catatan kecil perjalanan  pagelaran : RINENGGASARI GENTRA KAMULYAN
Produksi  SANGKAKALA PADJADJARAN
 
Di tengah perkembangan dan proses perubahan masyarakat kita di abad global   khususnya di Jawa Barat umumnya di Indonesia disadari semua fihak  telah banyak mempengaruhi pola perilaku dan etika dalam berbangsa dan bernegara yang jauh dari nilai-nilai kerifan local maupun tata nilai budaya bangsa kita.
Hari ini kemarahan seperti sebuah kebiasaan, ketidakpuasan diekspresikan dalam tindak anarkhi dan kebrutalan sudah menjadi tontonan dalam keseharian.perilaku kriminal dan abnormal semuanya dilakukan sangatlah enteng tanpa perasaan berdosa bahkan celakanya sebagian ada yang meyakini sebagai sebuah kebajikan.Budaya premanisme sedang menggerus nilai-nilai luhur kehidupan.   Keinginan menghancurkan diri sendiri  itulah yang sedang kita saksikan merebak dimana-mana .Masyarakat kita banyak yang  sedang menghancurkan diri sendiri. Keadaan seperti ini seakan memberikan gambaran sudah tidak ada lagi peraturan dan kebijaksanaan yang ajeg dan tegas yang dapat dijadikan tuntunan baik oleh  pemerintahan maupun diluar pemerintahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara baik dalam bidang sosial, politik, pemerintahan, ekonomi, agama, budaya dan lain-lainnya (kaayaan haranga, saur paribasana seueur tunggul nu dirarud, catang dirumpak  teu aya aturan atanapi kawijaksanaan anu ajeg sareng tegas boh ti pamarentah atanapi ti pingpinan di luar pamarentahan kanggo tuturkeuneun dina raraga ngajalankeun hirup kumbuh dina widang sosial, politik, pamerentahan, ekonomi,  agama,  budaya).
Keadaan menyedihkan seperti ini telah menggangu kehidupan dan ketentraman manusia   bahkan mungkin mahluk selain manusiapun sudah merasa terganggu .Keprihatinan tehadap kondisi masyarakat sekarang dirgambarkan bahwa dunia ini  bagaikan sebuah  tempat menyepinya Banaspati , tempat berdiamnya genderewo dan tempat bersemayamnya  jin dan  siluman  marakayangan ( Paniisan Banaspati, Panonoban genderewo Panyicingan Jin Siluman, Siluman marakayangan).
Disadari atau tidak , disengaja atau tidak   kondisi mirip seperti itu di negeri ini  telah berlangsung sejak tahun 1998 (krisis multidimensional) sampai sekarang .
Yang menjadi pertanyaan sekarang : Apakah keadaan seperti ini akan dibiarkan oleh kita semua ?”
Maka pertanyaan ini dijawab dalam sebuah pagelaran yang dipertontonkan khsusus untuk para pemimpin di wilayah Priangan, Bogor, Purwakarta dan Garut  dalam rangka sinergitas program pembangunan di Jawa barat.
Pagelaran yang syarat muatan nilai nilai luhur filosofis warisan nenek moyang urang sunda  ini berjudul   “Rinenggasari Gentra Kamulyan “ (RGK)  . RGK  sebuah  tontonan yang mengajak audiens berpikir cermat dan cerdas terhadap isi dan makna gerak  dari rumpaka.
Yang bisa diungkapkan bahwa kreasi seni Rinengga sari gentra kamulyan merupakan paduan dari reka gerak tari yang diselaraskan dengan tema pertunjukan yang berakar pada sari musikalis sunda (Sekar gending). Kreasi seni ini merupakan paduan  yang harmonis tanpa mengilangkan ciri dan nilai masing masing sifat  dari Degung, Tembang Sunda dan Penca silat bahkan menjadi suatu  harmoni yang saling mendukung keberadaannya.
Cerita yang menggambarkan perjalanan suatu anak bangsa yang kehilangan tokoh panutan yang terlunta-lunta dalam kondisi yang tidak menentu tanpa masa depan. Sampai suatu hari menemukan kembali panutannya yang penuh kasih dan berwibawa yang tidak lain orang tuanya sendiri. Dengan berbekal petuah nilai nilai luhur anak bangsa tersebut kembali berkiprah menata hidup dan kehidupannya serta membawa masyarakatnya kedalam perjuangan menyongsong masa depan yang gemilang.
Cerita yang merupakan refleksi keadaan jaman ini merupakan cerita yang sangat relevan untuk didalami . Nilai nilai yang terkandung dalam rumpaka yang menyertai gerak langkah penarinya yang seyogyanya disimak dalam dalam karena ada nilai kekinian yang mampu dijadikan referensi dalam membangun bangsa ini kedepan.
Adalah sangat beralasan ketika  seorang Sekda Pemerintah Provinsi Jawa barat bernama  Ir.Setia Hidayat berharap banyak terhadap para pejabat di daerah yang dikunjunginya untuk menjadikan bahan renungan dalam menjalankan roda pemerintan karena nilai yang terkandung merupakan nilai luhur yang semestinya kita praktikan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk mengambil makna dari alur cerita dan rumpaka yang ditampilkan ada baiknya menyimak dari sebuah tulisan panjang dalam sebuah buku yang  tertulis yang disiapkan penyelenggara untuk membimbing penonton dalam memahaminya,  serti berikut ini:
“ Memahami seluruh lirik pada rangkaian lirik dalam rumpaka sangkakala padjadjaran ini, tergambar keadaan dan suasana batin ‘'budak ceurik” seperti buih di pantai. Kondisi yang disebabkan oleh lenyapnya pedoman, nilai-nilai adiluhung, dari kehidupan nyata. Kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara yang nyaris tidak memiliki lagi kesalehan sosial, lantaran meninggalkan etika dalam seluruh aspek kehidupannya. Akibatnya, bangsa kehilangan peradabannya. Dalam situasi demikian, kebolehan dan ketidak-bolehan, kepatutan dan ketidak-patutan, nilai baik dan nilai buruk, kebenaran dan kebathilan, menjadi samar, tidak jelas lagi perbedaannya.
Kondisi semacam itu terjadi karena kegamangan kita melihat dan merasakan surutnya pencerahan dan keringnya kehidupan dari nilai-nilai yang seharusnya dimiliki.
Kualitas insaniah kita merosot hanya sekadar menjadi khayawanunnathiiq. Sekadar menjadi homo faber, homo economicus dan homo sapiens. Terjebak pada arus ketidak sadaran budaya, sehingga memasukkan kita menjadi bagian dari sekumpulan manusia yang merendahkan martabat-nya sendiri. Pertanyaan pertanyaan insaniah ihwal hakekat dasar manusia berbudaya yang jelas asal - usulnya, tak memperoleh jawaban yang semestinya.
Keringnya adab dan pengabaian terhadap pentingnya relijiusitas dalam perilaku kehidupan kita sehari-hari, telah menyebabkan kita menjadi 'budak bangor” yang menghilang dari peradabannya sendiri. Menggenggam ‘senjata malela ' untuk menghancurkan sesama.
Sementara mereka yang sepatutnya memberi pencerahan, kehilangan kesadaran untuk memainkan peran dan fungsi yang semestinya dilakukan. Hanyut dalam perebutan kekuasaan, jabatan dan saling memperebutkan ke-senangan sesat sesaat, tanpa jelas apa manfaatnya.
…………………. Sangkakala padjadjaran, mengingatkan kita pada kriteria kepemimpinan, yang se­sungguhnya sudah kita kenali sebelumnya.
pertama : Satria nu Pinandita. Pemimpin yang dapat dipercaya, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Maha Esa Allah Swt , dan karenanya memiliki keberanian dan kecerdasan menghadapi jaman baru, seraya mampu mengambil inisiatif -inisiatif untuk menggerakkan seluruh potensi kreatif bangsa, sebagai kekuatan bersama, di bawah satu visi dan satu kepemimpinan;
kedua : Ajen Wewesen. Berbudi luhur dan mampu mentransformasikan gagasan dan visi bersama seluruh rakyat secara komunikatif, sehingga mudah dipahami. Akomodatif terhadap beragam inisiatif dan gagasan yang muncul dari bawah, serta terencana dalam bertindak;
ketiga : Teuas peureup lemes usap. Berdisiplin dan bersiteguh mempertahankan komitmen, mampu bertindak tegas menegakkan hukum, memberikan punishment terhadap siapa saja yang melanggar hukum, sekaligus mampu dan tanggap memberikan apresiasi dan reward terhadap siapa saja yang melaksanakan aturan yang disepakati bersama;
keempat : Pageuh keupeul  lega awur. Hemat tapi dermawan, karena mampu bertindak secara mankus dan sangkil (efektif dan efisien). Karenanya, ia merupakan pemimpin yang memiliki kemampuan mengolah kemanfaatan setiap program yang ditetapkan bersama untuk dilaksanakan. Memperkecil peluang terjadinya kolusi, korupsi dan penyalahgunaan wewenang jabatan untuk kepentingan diri sendiri;
kelima : Silih Asah Silih Asih. Karib dan peduli terhadap rakyat, dan karenanya dicintai rakyat dan bawahannya. Di depan menjadi pemandu, di tengah menjadi inisiator;
keenam : Teguh Pancuh Silih Asuh. Akomodatif, demokratis dan mampu menjadi pemberi jalan' kebaikan, serta berkemampuan memandu, memberi arah dan pedoman bagi rakyat dan bawahannya untuk mencapai tujuan bersama. Karena itu mampu mengelola seluruh potensi bangsanya secara fungsional, proporsional dan profesional.
ketujuh : Adil Paramarta. Adil dan bijaksana dalam memperlakukan rakyat dan bawahannya, karena kepemimpinannya dilandasi oleh pengabdian untuk melayani, serta berpihak kepada kebenaran. Jauh dari upaya melakukan pembenaran terhadap tindakan yang dilakukannya.
Tujuh nilai dasar kepemimpinan inilah, antara lain, makna yang baru tersingkap di balik rumpaka sangkakala padjadjaran. Pilihan-pilihan nilai yang perlu dialirkan sebagai bagian dari solusi dalam menghadapi berbagai kendala perubahan untuk memasuki jaman baru. Nilai- nilai dasar demikian, nampak bersifat universal.
Lantas, apa yang semestinya menjadi program penyelamatan bangsa, sehingga sang bapak yang dicari 'budak ceurik' dan lalu 'leungit' membawa senjata ke-mudaratan, itu dapat melaksanakan kepemimpinannya secara tepat sasaran. Mengetahui dan memahami pula visi yang mesti dijangkaunya pada suatu kurun waktu tertentu, sehingga kita mampu menilai kepemimpinannya.
Visinya jelas dan gamblang, yakni sebagai bangsa yang sejahtera, bermartabat, memiliki jati diri dan beradab. Dalam konteks demikian, maka dalam penyelenggaraan negara, pemimpin itu mesti mengantarkan bangsa ini sebagai Negara Kesatuan yang unggul peradabannya. Unggul dalam memberdayakan potensi sumberdaya manusianya yang cerdas dan elok budi, sehat, berkemampuan ekonomi op­timal; Unggul dalam mengelola dan memelihara sumber­daya alamnya; Unggul sebagai inisiator dan bagian penting penyelenggaraan proses perdamaian dunia.
Dalam konteks itulah, kami memaknakan, ( jaman Sunda kaemasan ratu Sunda Padjadjaran Kabudayaan kasenian jadi bentengna Pakuan) Jaman kebangkitan dan kemuliaan bangsa (telah tiba) bila peradabannya memancarkan pencerahan dan kemuliaan insaniah. Karena suatu bangsa unggul, antara lain disebabkan oleh citra peradabannya.
Merujuk pada Amateguh Kadatwan yang menjadi pegangan Prabu Siliwangi dalam memakmurkan Padjadjaran, maka misi yang harus diemban oleh pemimpin bangsa di persimpangan jaman ini adalah :
• pertama : Menjadikan negara sebagai pusat pencerahan di belahan Timur dunia, dengan mengembangkan sistem pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, riset, sistem kebudayaan, sistem kesehatan nasional dan penerapan etika (moralitas) bangsa berdasarkan nilai-nilai relijiusitas yang dianut rakyat, sehingga berkemampuan meningkatkan kualitas insaniah rakyat yang cerdas, berbudi, sehat dan berkemampuan menghadapi perubahan global, serta mentransformasikan nilai-nilai peradabannya ke dunia luar (melalui kemampuan memberi manfaat terhadap perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan budaya) - bayu rahayu, bayu tresna, bayu asih, bayu mawat kawaluyan, cenah hirup kudu hurip, waluya lahir jeung batin.
• kedua : Mengembalikan Indonesia sebagai negara agraris (berbasis pertanian, peternakan, kehutanan dan per-kebunan) dan bahari (berbasis perikanan dan pengembangan hasilguna potensi kelautan) yang mod­ern, serta terbuka terhadap perluasan cakrawala perdagangan internasional yang setara dan berkeadilan, terutama dalam kebijakan moneter dan fiskal, serta pengembangan sistem jaminan sosial yang mampu mensejahterakan rakyat secara serentak (kahibaran layung kuning, geulang suweng, kangkalung, lirkunang'kunang)
• ketiga : Mempertegas sikap penegakkan hukum dan keadilan dalam penyelenggaraan seluruh aspek kehidupan, dengan senantiasa mengembangkan berbagai kebijakan negara dan pemerintah yang berkhidmat pada percepatan kualitas kesejahteraan masyarakat (nyaho nu bener nu palsu) ;
• keempat : Mengembangkan sistem kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang merdeka, terbuka dan berkerukunan (demokrasi yang beradab), serta menyempurnakan tata laksana penyelenggaraan negara yang berorientasi kerakyatan (bandana rakyat merdeka, sing santosa laluasa);
• kelima : Memperkuat sistem pertahanan dan keamanan negara, melalui pengembangan pola pemberdayaan tentara nasional yang "kasuran" (profesional dan berjiwa pengabdian), "kadiran" (tangguh dalam strategi dan tangkas dalam taktik), dan "kuwanen" (berani bertindak, berani bertanggungjawab); untuk mempertahankan setiap jengkal wilayah negara kesatuan (Tatar Sunda di-Jaring diaping, dititenan diJaga diriksa);
• keenam : Mengembangkan kualitas manajemen pemerintahan dan sistem penyelenggaraan negara yang memungkinkan berlangsungnya peningkatan kualitas pelayanan terhadap rakyat, di seluruh tingkatan, melalui reorganisasi lembaga-lembaga pemerintah dan pe­nyelenggaraan negara yang lebih mampu melayani rakyat (Ngaping seuweu putu);
• ketujuh : Memantapkan dan memperluas akses bagi ber­langsungnya mobilitas sosial yang lebih lancar dan ter-buka secara terencana, dengan mempertimbangkan keseimbangan alam dan lingkungan hidup (Jalan satapak paranti kuring ngaprak);
• kedelapan : Meningkatkan kualitas politik dan hubungan luar negeri dengan mengembangkan potensi diplo­masi di berbagai bidang hubungan internasional, sejalan dengan dinamika kehidupan global (Ngemplong taya aling-aling).
Kesemua itu, menggambarkan  sekali lagi - intuisi yang berkembang di masa lampau, ternyata menjadi isyarat yang relevan bagi kekinian dan kemasa depanan kita. **1)   yang sekarang  tergambar juga pada  Visi dam Misi Jawa Barat  “DENGAN IMAN DAN TAQWA JAWA BARAT MENJADI PROPINSI TERMAJU DAN MITRA TERDEPAN IBU KOTA TAHUN 2010’ 
Untuk mencapai komitment Visi  ini mulai Juni tahun 2003 Bapak Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan mencanangkan program yang disebut :
AKSELERASI PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PENCAPAIAN VISI JAWA BARAT “
Namun semua itu akan menjadi sebuah kenyataan manakala kita yang berada disini ,kita  yang menjadi pemimpin dan kita yang menjadi bagian yang dipimpin menunjukan kemauan dan kemampuan untuk mewujudkannya.
Kemampuan dan kemauan itu setidaknya diwujudkan dalam bentuk sinerjitas program dan kegiatan, hubungan harmonis antara pemerintahan Pusat,Propinsi dan Kab/Kota ,Antara eksekutif dan legislative , SKPD dan unit kerja lainnya serta Pemerintah dengan stakeholdernya sehingga mampu mewujudkan kepedualian serta kepekaan terhadap apa yang diminta dan dibutuhkan masyarakat luas sekarang ini
SUDAH SAATNYA MEMPERLIHATKAN KESUNGGUHAN DALAM MEMBANGUN JAWA BARAT DENGAN LANDASAN HATI NURANI YANG BERSIH ,PENUH SEMANGAT PENGABDIAN DAN IBADAH KEPADA ALLAH SWT
Itulah yang diharap dari pagelaran kreasi seni Rinenggasari gentra Kamulyan.(dhani Suherlan)
***1)Dikutip dan disarikan dari Buku :
SANGKAKALA PADJADJARAN (Upaya awal mengeja dan menyingkap makna rumpaka), H.Setia Hidayat & N.Syamsuddin Ch.Haesy.Pusat Studi Kebangsaan Nusa Sentra –PT Bina Rena Pariwara-2004.

PANGJEJER RINENGGASARI GENTRA KAMULYAN

Gagasan : Ir.H.Setia Hidayat
Pola Garap:H.Moh.A’im Salim,S.Sen
Tata Lagu :H.Encep Suryana
Tata Gending :Uyep Supratna,S.Sn,
                         Ade Suparman,S.Kar
Tata Gerak :Iwan Rudiana.S.Sen, Rina.
Tata Silat : Oma Sujana Pengda IPSI Jabar
Narator : Yayat Hendayana, Rumentangsiang

Pangrawit
1.Tembang Sunda
 Mamat Rupiandi, Mae Nurhayati,SPd, 
Tatang suganda, Idang Sujono, Asep Rudi, Iyus.
2.Degung :
Asep Ahurr,Ade Suparman,S.Sn,
Uyep Supratna,S.Sn,
Apek,Doni,Hali,GandaAbang,Endang Amas,
Aang,Endi Supendi,AmdAni.
3.Penari:
Iwan Rudiana,S.Sn, Irwan Hadi N,
Rinawati, Yulianti,Amd, Mei Yuliastri, Elis Spd
Tri Nurhayati, Asri, Ilan, Rima,Alam,
Wandi, Rian, Agus Onal, Supriatna,
Tedi Sudiarto
4.Penca 
Kulawarga IPSI JAWA BARAT
Riswana, Moch.Berlan, Oong Ana, Cici
5.Pesilat
Kusnajaya, M Oki S, Dani Supriadi,
Yana, diki, Rima Ratnasari, Dini Yulia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mulai dari Komentar Sambungkan Silaturahmi...